Selasa, 12 Maret 2013

Penyesalan Yang Terlambat

"Seperti halnya pasangan lain di kota-kota besar, meninggalkan anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja adalah hal biasa bagi pasangan yang sibuk.. Begitupun dengan pasangan muda ini, suami istri sibuk bekerja dan anak tunggalnya seorang anak perempuan yang cantik yang masih berusia 3,5 tahun seringkali ditinggal sendirian di rumah cuma dengan pembantu.
Dia selalu main sendiri, kerap ditinggalkan pembantunya yang juga sibuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga di dapur, bermain sendiri bersama ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya..
Pada suatu hari, dia melihat sebatang paku karat. Dan diapun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan. Tetapi, karena lantainya terbuat dari marmer, maka coretan tersebut tidak kelihatan.. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya yang terparkir di tempat itu, --Hari itu, kebetulan ayah dan ibunya bermotor ke kantor, karena ingin menghindari macet--. Ya... karena mobil itu berwarna gelap, maka coretannya tampak jelas.. Melihat hal tersebut, anak itu makin bersemangat membuat coretan2 di mobil tersebut sesuai dengan kreativitasnya.. Setelah sebelah kanan mobil tersebut penuh dengan coretan paku, maka ia beralih kesebelah kiri mobil.. Dicoret-coretnya kembali.. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, lalu gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya, mengikuti imajinasinya. Kejadian ini berlangsung tanpa disadari oleh pembantu rumah..

Tiba pada saat petang, pulanglah pasangan suami istri ini. Melihat kondisi mobil baru mereka, yang baru dibelinya setahun lalu dengan cicilan, si Bapak pun menjerit marah... "Kerja'an siapa ini ?????" teriaknya... Pembantu rumah yang tersentak, mendengar teriakan sang majikan berlari keluar.. Dia terkejut, mukanya merah menahan takut saat melihat wajah marah membara tuannya.

Si anak yang mendengar suara ayahnya berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja diapun berkata. "Dita yang membuat gambar itu ayah.... Cantik kan ??"... katanya sambil memeluk ayahnya bermanja seperti biasa..
Mendengar hal itu, si ayah kehilangan kesabarannya.. Beliau mengambil sebatang ranting kecil dari pohon didepan rumah. Terus dipukulkannya berkali-kali ketelapak tangan anaknya.. Si anak yang tak mengerti menangis kesakitan, tapi si ayah bukannya berhenti, dia terus memukuli telapak tangan anak tersebut.. Puas memukul telapak tangan, beliau memukul pula punggung telapak anaknya.. Si ibu yang melihat, cuma terdiam.. seolah merestui hukuman suaminya terhadap anaknya.. Si ayah cukup lama memukul-mukul kedua tangan anak tersebut dan tidak menghiraukan jeritan kesakitan anaknya..

Setelah puas memukuli anaknya, mereka berdua masuk kedalam rumah, sedangkan anak tersebut dibiarkannya digendong pembantu yang membawanya kekamar.. Si pembantu terperanjat melihat kondisi telapak dan punggung tangan si anak yang luka-luka dan berdarah.. Pembantu itupun membersihkan luka si anak sambil menangis.. Malam itu, pasangan tersebut sengaja membiarkan anaknya tidur dengan pembantunya..

Keesokan harinya, melihat kedua belah tangan anak majikannya bengkak, diapun mengadu ketuannya.. tapi apa jawaban tuannya ? Beliau cuma menyuruh mengoleskan obat luka kepada pembantunya untuk mengobati tangan anaknya yang bengkak. Berhari-hari, sepulang bekerja, pasangan suami istri tersebut tidak memperhatikan kondisi anaknya yang dirawat di kamar pembantu. Si ayah sengaja ingin memberi pelajaran sebagai hukuman pada putri kecilnya.. Sampai pada hari ketiga, si pembantu melapor pada nyonyanya.. "nyah, Dita demam..." "kasih minum obat ajah, mbok".. jawab si ibu..

Masuk hari keempat, si pembantu melapor kembali pada tuannya, kalau suhu badan majikan kecilnya teramat tinggi panasnya.. "Okey, nanti sore kita bawa dia ke klinik.. jam 05.00 harus sudah siap...!!" demikian kata tuannya. Dan tiba sore hari, dibawalah putri kecil mereka ke dokter.. Ketika diperiksakan, kondisi anak kecil tersebut sudah sangat lemah. Dokterpun menyarankan untuk dibawa ke Rumah Sakit karena kondisi anak tersebut sudah serius.. Setelah beberapa hari dirawat inap, dokter memanggil pasangan tersebut.. "Tidak ada pilihan.." demikian kata dokter. Dokter menyarankan agar kedua tangan anak itu diamputasi karena sakitnya sudah terlalu parah dan terkena infeksi akut.. "Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku kebawah.. " demikian kata dokter.. Mendengar hal tersebut, pasangan ini bagaikan terkena halilintar.. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa mau dikata.. Si ibu meraung merangkul anaknya.. Dan dengan berat hati serta bercucuran air mata, si ayah menanda tangani surat persetujuan amputasi.. tangannya bergetar, gemetar hebat..

Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikan habis, si anak menangis kesakitan.. Diapun merasa heran, melihat kedua tangannya berbalut kassa putih.. Dalam siksaan rasa sakit yang tiada terperi, sambil menangis terisak si anak berkata pada orang tuanya.. "Ayah.. Ibu.. Dita tidak akan melakukannya lagi.. Dita tak mau lagi dipukul ayah, Dita gak akan nakal lagi.. Dita sayang ayah, Dita sayang ibu.."
Ayah-Ibunya hanya bisa menangis mendengar rintihan kesakitan anaknya.. "Ayah, kembalikan tangan Dita.. untuk apa diambil ? Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil ayah lagi... Dita janji gak akan nakal lagi.. Bagaimana cara nanti Dita mau makan , mau main , kalau Dita tidak ada tangan lagi ??"
Ibunya serasa hancur hatinya mendengar kata-kata putri kecilnya.. Tapi nasi sudah menjadi bubur.. Semua sudah terlanjur..

Tahun demi tahun berselang, anak itupun meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan, dan dia masih tidak mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong padahal dia sudah meminta maafberulang kali..
Sementara itu, kedua orang tuanya hidup dalam penyesalan.. Bertahun-tahun menahan kepedihan dan kehancuran batin.. sampai suatu saat sang ayah tidak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yang tiada bertepi.
Namun si anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tetap hidup tegar dan selalu menyayangi serta merindukan ayahnya...."

Sahabat... Cerita diatas, merupakan cerminan untuk kita, agar dalam bertindak kita selalu mengedepankan akal sehat dan pikiran.. Bijaksanalah dalam mengendalikan emosi.. Jangan sampai kita melakukan sebuah tindakan yang akan kita sesali seumur hidup kita...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar